Kapan melamarku, Zul?” jemari Silvy bermain di atas lengan kananku. Ia duduk satu kursi bersamaku. Dua matanya tajam menatapku.
Cahaya meredup, matahari siap kembali ke peraduan. Awan membusung merah di barat, angin berhembus menggoyang daun pepohonan depan kost. Aku diam, menatap seorang ibu menyapu halaman rumahnya, terkadang ibu itu melirik anaknya yang bermain kelereng bersama teman-temannya, wajahku berpaling dari Silvy.
“Jawab, Zul!” Silvy menggoyang lenganku.
Sejenak kupejamkan kedua mataku, mengingat saat Silvy kuantarkan men-daftar di salah satu perguruan tinggi, mengenang dua bulan lalu aku mendampinginya wisuda, berpose dengan keluarganya, juga kami berpose bersama, …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar